Ini jelas pagi yang sama bagi semua orang, terburu-buru menjejalkan setangkup roti atau semangkuk sereal jagung ke mulut, terburu-buru memakai dasi dan kaus kaki, terburu-buru memadati jalanan untuk memulai rutinitas hidup. Sedikit berbeda untuk beberapa jiwa yang menjalani hidup itu dengan terlalu santai. Gadis ganjil itu mengunci pintu depan rumahnya dengan pelan, sengaja memaknai gemerincing logam beradu dengan logam dan derak selot yang terputar, dua kali. Kakaknya sudah berangkat pagi buta tadi, dan gumaman oh-masih-sepagi-ini keluar dari bibir gadis itu setelah melirik jam tangan hitamnya.
Tag Archives: Kishy
Story #13 : A Key To Unlock
Menghindar itu menguras tenaga. Seperti yang dilakukan Kishy seharian ini, hari pertama masuk sekolah. Menghindari Jinki dan Key―untungnya ia tidak perlu bersusah-susah menghindari Luna juga karena memang jarang bertemu―seperti menghindari menginjak ranjau. Kau tidak tahu koordinat tepat si ranjau dan tidak tahu apakah kau akan selamat atau meledak jadi potongan-potongan kecil daging busuk.
Story #12 : Retreating
Tidak perlu menjadi ahli hewan untuk tahu kebiasaan kucing : melarikan diri di saat-saat yang tidak menguntungkan. Kishy punya dua minggu penuh untuk mundur dari kronik yang terlalu pelik bagi jiwa penakutnya. Ia sudah berada di rumah, aman dan terlindung, jauh dari Jinki, Luna, dan terutama Key. Terlebih Key. Bukan berarti terisolasi sempurna dari mereka memang, toh ia tidak bisa sembunyi selamanya. Ketika sekolah dimulai, entah nyawa ke berapa yang harus Kishy siapkan untuk mati―kucing punya sembilan nyawa, eh?
Story #11 : To Entice A Wounded Cat
Sejak hari Kamis, kompleks sekolah tidak berpenampakan layaknya kompleks sekolah lagi. Tidak lagi ada suasana tenang dan serius yang sesuai untuk proses belajar mengajar. Para guru sibuk dengan kertas-kertas laporan nilai yang akan dikirimkan ke orang tua siswa pada hari pertama liburan minggu depan. Siswa-siswanya sibuk dengan kegiatan klub yang memang selalu memeriahkan penutupan tahun ajaran. Aula dipakai klub seni, lapangan dan kolam dikuasai klub olahraga, halaman depan digunakan untuk tempat parkir tamu dan stan-stan penjual makanan, kelas-kelas disterilkan dan dikunci. Keriuhan dan tawa suka cita terdengar di mana-mana.
Story #10 : Requiem
Kishy bangun dengan suasana hati kusut. Badannya lelah bukan main selepas meratapi nasib semalaman, dia bangun dan merasa tua. Ketika kakinya ditapakkan ke lantai samping tempat tidur, sepasang kurus tungkai itu gemetar seakan menyangga badan sendiri saja tak mampu. Kishy limbung, bumi mirip seperti diguncang gempa kecil. Ia berjalan lambat-lambat ke arah cermin berbingkai gips putih yang tergantung di dinding kamarnya. Itukah dirinya? Rambut hitamnya acak-acakan. Wajahnya, seolah-olah jiwanya sudah tersedot habis. Beruntung matanya tidak pernah terlihat bengkak setiap kali habis menangis.
Story #9 : So, It Has To Be This Way
Otak Kishy keram diperas terus-terusan sepanjang pekan ini. Ujian akhir tahun baru selesai siang ini dan Kishy masih kaget dirinya bisa bertahan hidup meski arwahnya hampir lepas dari raganya. Hari-hari berdarah itu, kini Kishy membalaskan dendamnya. Gadis itu bermalas-malasan saja di sofa ruang baca memeluk segepok novel dan menghadap setoples cemilan. Sabtu malam ini tak ada yang bisa mengganggunya dari seni bersantai tingkat jenius.
Story #8 : Her Melancholy
Jangan ada yang mengungkit hal itu lagi.
“Kishy, kau hendak ke aula, kan? Aku ikut,” Jinki berjalan cepat dan dalam sekejap sudah menyamai langkah Kishy―serangan jantung tiba-tiba yang manis, kalaupun sampai membunuh Kishy, setidaknya ia mati bahagia.
Story #7 : One-Scene Drama
Tolonglah.. tolonglah.. Sekali ini saja.
Rapal Kishy berulang-ulang dalam hati. Pikirnya mantra itu bisa mengubah peruntungan sialnya dengan menyinggungkan benang nasibnya pada benang nasib Jinki.
Story #6 : A Fun-Short-Moment
“Jadi pameran seni kita akan dibuka pada hari Kamis dan ditutup dengan pelelangan pada Sabtu malam berbarengan dengan pentas seni.”
Key membiarkan kata-kata ketua klub seni di rapat sore itu mengalir melewati kepalanya tanpa singgah barang sekejap. Benaknya menanti-nanti Kishy yang sedang diutus mengambil sesuatu dari ruang komputer.
“Senior, hanya tersisa tiga minggu, minus seminggu untuk ujian akhir tahun, memangnya bisa?” protes seseorang.
Story #5 : The Princess
Angin sore menubruk wajah Kishy dan mengacak rambut hitamnya ketika gadis itu melintas di samping gedung utama sekolah. Ia berjalan cepat-cepat dengan langkah-langkah pendek, terburu-buru menuju ruang klub seni. Dipeluknya setumpuk kertas proposal permohonan dana untuk pameran seni yang sebentar lagi akan diadakan. Karena kalah suit, ialah yang bertugas mengambil hasil print out itu dari ruang komputer. Teman-teman anggota klub lainnya pasti sedang menunggunya, sembari membicarakan entah apa.